III.
3 konsesus sebagai kata kunci konstitusi
Konsensus
yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern pada umumnya dipahami
bersandar pada tiga elemen kesepakatan (consensus), yaitu:
1.
Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of
society or general acceptance of the same philosophy of government).
2.
Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau
penyelenggaraan negara (the basis of government).
3.
Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur
ketatanegaraan (the form of institutions and procedures).
Kesepakatan
(consensus) pertama, yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama sangat
menentukan tegaknya konstitusi dan konstitusionalisme di suatu negara. Karena
cita-cita bersama itulah yang pada puncak abstraksinya paling mungkin
mencerminkan kesamaan-kesamaan kepentingan di antara sesama warga masyarakat
yang dalam kenyataannya harus hidup di tengah pluralisme atau kemajemukan. Oleh
karena itu, di suatu masyarakat untuk menjamin kebersamaan dalam kerangka
kehidupan bernegara, diperlukan perumusan tentang tujuan-tujuan atau cita-cita
bersama yang biasa juga disebut sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita
negara) yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common
platforms atau kalimatun sawa di antara sesama warga masyarakat
dalam konteks kehidupan bernegara.
Di Indonesia, dasar-dasar
filosofis yang dimaksudkan itulah yang biasa disebut sebagai Pancasila yang
berarti lima sila atau lima prinsip dasar untuk mencapai atau mewujudkan empat
tujuan bernegara. Lima prinsip dasar Pancasila itu mencakup sila atau prinsip
(i) Ketuhanan Yang Maha Esa; (ii) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; (iii)
Persatuan Indonesia; (iv) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dan (v) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Kelima sila tersebut dipakai sebagai dasar filosofis-ideologis untuk
mewujudkan empat tujuan atau cita-cita ideal bernegara, yaitu: (i) melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (ii) meningkatkan
kesejahteraan umum; (ii) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (iv) ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerde-kaan, perdamaian yang abadi,
dan keadilan sosial.
Kesepakatan kedua adalah
kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan
konstitusi. Kesepakatan atau konsensus kedua ini juga sangat prinsipil, karena
dalam setiap negara harus ada keyakinan bersama bahwa apapun yang hendak
dilakukan dalam konteks penyelenggaraan negara haruslah didasarkan atas rule
of the game yang ditentukan bersama. Istilah yang biasa digunakan untuk itu
adalah the rule of law yang dipelopori oleh A.V. Dicey, seorang sarjana
Inggris kenamaan. Bahkan di Amerika Serikat istilah ini dikembangkan menjadi
jargon, yaitu The Rule of Law, and not of Man untuk menggambarkan
pengertian bahwa hukumlah yang sesungguhnya memerintah atau memimpin dalam
suatu negara, bukan manusia atau orang.
Kesepakatan
ketiga adalah berkenaan dengan bangunan organ Negara dan prosedur-prosedur yang
mengatur kekuasaannya, hubungan-hubungan antar organ Negara itu satu sama lain,
serta hubungan organ-organ Negara itu dengan warga negara. Dengan adanya
kesepakatan itu, maka isi konstitusi dapat dengan mudah dirumuskan karena
benar-benar mencerminkan keinginan bersama berkenaan dengan institusi
kenegaraan dan mekanisme ketatanegaraan yang hendak dikembangkan dalam kerangka
kehidupan bernegara yang berkonstitusi (constitutional state).
No comments:
Post a Comment